DUA BULAN KKS YANG PENUH SUKA DUKA

Lokasi KKS: Desa Bunuyo Kec. Paguat Kab. Pohuwato Bagi mahasiswa S1, KKS (Kuliah Kerja Sibermas) adalah syarat mutlak untuk bisa menyelesaikan studinya karena kalau tidak demikian maka kita dianggap tidak mampu mengamalkan Tridharma Perguruan Tinggi khususnya dharma pengabdian pada masyarakat. Saya kira kita semua tahu apa dan bagaimana KKS itu namun bagi mereka yang belum pernah merasakan atau menjalaninya tentunya dalam benak mereka bertanya-tanya “bagaimana yah rasanya”. Maka pada tulisan yang singkat ini saya akan berbagi cerita tentang suka dukanya ketika saya menjalani KKS. Diawali dengan saat di mana pendaftaran KKS dibuka secara online bagi mahasiswa yang SKSnya telah mencukupi untuk dapat mengikuti KKS. Saya pun mendaftarkan diri karena mengingat SKS saya telah mencukupi untuk ikut serta dalam kegiatan KKS tersebut. Pendaftaran ini dilakukan jauh hari sebelum kegiatan berlangsung karena banyak hal yang mengharuskan kita untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan KKS itu sendiri. Sesi pendaftaran pun telah saya lakukan tinggal menunggu beberapa hari kedepan untuk mengikuti coaching yang diadakan oleh panitia. Saat itu pembagian kelompok atau lokasi belum satu orang pun mahasiswa yang tahu sehingga menimbulkan keresahan di benak para mahasiswa. Tapi bagi saya pribadi itu bukan sesuatu hal yang membuat saya resah justru saya menginginkan di kelompok itu terdapat berbagai macam karakter mahasiswa yang saya tidak kenali bahkan tidak saya pahami serta lokasi yang saya inginkan justru berbeda dengan apa yang teman-teman saya inginkan, karena saya menginginkan lokasi yang benar-benar belum terjamah oleh pengaruh modernisasi, yang masih jauh dari itu bahkan tertinggal. Waktu coaching pun tiba bagi para mahasiswa peserta KKS, namun pelaksanaannya dibagi dalam dua tahap dan saya mendapatkan tahap kedua. Dalam coaching ini kami diberi pembobotan materi-materi tentang bagaimana menyikapi persoalan-persoalan yang kemudian muncul dalam pelaksanaan KKS di lapangan. Materi-materi yang kami dapatkan tentunya berkaitan dengan cara-cara bersosialisasi yang baik serta peran kita dalam memberdayakan masyarakat karena dalam kegiatan KKS ini kita berfungsi sebagai mediator. Kegiatan coaching ini sangat menyenangkan karena kita mendapat berbagai macam pengetahuan disamping itu kita juga bisa berkumpul dengan teman-teman diberbagai Fakultas yang ada. Setelah coaching selesai maka tinggallah menunggu pengumuman pembagian kelompok serta lokasi yang akan kita tempati. Saat itu pun tiba, pagi sekali saya bergegas pergi ke kampus dan berharap belum terlalu banyak orang yang menggunakan layanan hotspot kampus agar mengakses datanya lebih cepat karena pengumuman dilakukan secara online. Akhirnya setelah saya membuka situsnya dan ternyata lokasi penempatan saya di Desa Pangeya Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dengan kesembilan orang teman yang selokasi dengan saya namun tidak satu orang pun saya kenali sebab kami berasal dari fakulatas yang berbeda. Saya sangat lega karena telah mengetahui lokasi bahkan teman-teman yang sekelompok dengan saya di lokasi, walaupun seperti itu sempat terlintas di benak saya kondisi desa serta karakter teman-teman yang sedikit membuat saya resah. Terlepas dari itu saya hanya bisa berharap kami bisa bekerja sama dan dapat diterima dengan baik di desa yang akan kami tempati itu. Hari di mana perkenalan pun tiba, sangat sibuk rasanya mencari teman-teman yang selokasi dengan saya. Kami berkesempatan bertemu di samping gedung perpustakaan pusat UNG, tapi lucunya sudah berapa lama saya berada di tempat tersebut, saya tidak mendapatkan seorangpun teman yang selokasi dengan saya namun ketika mereka menyebut nama saya dengan suara lirih barulah saya tahu bahwa itulah kelompok saya padahal mereka itu dari tadi berada di samping saya. “Yah maklum begitulah kalau tidak saling mengenal”. Pertemuan itu kami awali dengan perkenalan seperti kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”, itulah ungkapan yang sering kita dengar dan memang benar adanya bahwa pertemuan awal itu dapat menggambarkan bagaimana akhirnya. Setelah sesi perkenalan selesai sebenarnya agenda yang akan kami bahas yakni tentang persiapan-persiapan yang harus disiapkan sebelum berangkat ke lokasi serta pemilihan Koordinator Desa (Kordes) hanya saja ada dua orang teman yang belum sempat hadir karena ada berbagai hal yang kiranya sangat penting yang mengharuskan mereka untuk menyelesaikannya sehingga agenda ini pun kemudian kami batalkan dan nanti dilanjutkan keesokan harinya setelah kami semua berkesempatan untuk berkumpul. Keesokan harinya, alhamdulillah kami semua berkesempatan bertemu di teras Pusat Bahasa UNG dan langsung membicarakan tentang persiapan-persiapan yang harus kami siapkan untuk dibawah di lokasi nanti. Setelah berbincang-bincang sedikit tentang persiapan-persiapan tersebut kami pun langsung mengadakan musyawarah kelompok untuk memilih dan menetapkan Koordinator Desa (Kordes). Suasana mulai hening, berpikir tentang siapa yang pantas dan bertanggung jawab ketika terpilih menjadi Kordes nanti. Akhirnya semua mata tertuju ke saya dan tanpa pikir panjang mereka langsung menunjuk saya menjadi ketua kelompok dalam hal ini Kordes mereka. Pikir saya, padahal sedikitpun mereka belum terlalu mengenal siapa saya dan sayapun dipilih entah dinilai dari aspek apa sehingga dianggap layak menjadi ketua mereka. Saya terdiam sejenak dan hanya mengatakan kepada mereka bahwa “memilih Ketua atau Kordes bukan di lihat dari pantas tidaknya orang itu, melainkan dari kesiapan dia untuk mengemban amanah yang teman-teman berikan kepadanya”. Bahasa saya itu sebenarnya mengisyaratkan ketidaksiapan saya dalam mengemban amanah tersebut. Bukan karena saya tidak mampu tetapi karena saya dibingungkan oleh keadaan yang menjadikan saya takut nantinya saya tidak mampu mengemban amanah yang telah diamanahkan ke saya. Tapi walau bagaimana usaha saya menolak tetap itu tidak berhasil, karena mereka beralasan tidak ada yang siap menjadi Kordes. Yah apa boleh buat saya harus menerimanya dan tanpa berlama-lama saya langsung membagi tugas kepada mereka sehingga kemudian kami langsung bergegas mempersiapkan apa yang kami butuhkan di lokasi. Segala macam yang kami persiapkan sudah siap keesokan harinya, dan tinggal menunggu hari pemberangkatan. Sebelum hari pemberangkatan kami semua peserta KKS masih berkesempatan berkumpul di Gedung Indoor untuk memperoleh atribut KKS yang akan dibagikan oleh panitia. Karena begitu banyaknya peserta KKS, pembagian atributpun dilakukan sampai pada malam hari. Dan pada malam itu ada sebagian peserta KKS yang akan berangkat ke lokasi yang berada di daerah Sulawesi Utara. Setelah mendapatkan atribut saya bergegas menuju gedung rektorat yang kebetulan di halaman depannya terdapat para peserta KKS yang akan berangkat malam itu. Saya mampir sebentar hanya bermaksud untuk memberikan semangat kepada mereka teman-teman saya yang akan berangkat ke lokasi penempatannya. Malam di waktu keesokan harinya pemberangkatan khusus untuk daerah Pohuwato, entah apa yang saya pikirkan sehingga barang ataupun perlengkapan KKS sudah saya packing semuanya. Akhirnya apa yang saya takutkan terjadi di mana saya tidak mampu mengemban amanah dari teman-teman karena rela mengikuti kata hati saya yang hanya sekedar mengejar fatamorgana belaka. Saya pun ikut bersama rombongan peserta KKS Pohuwato, tapi sebelumnya saya telah bertemu dengan Kordes kelompok peserta KKS yang di tempatkan di Desa Bunuyo Kecamatan Paguat. Saya diterima di kelompok tersebut baik dari mereka serta Dosen Pembimbing Lapangan yang bertanggung jawab di desa tersebut. Awal bergabung dengan kelompok yang baru rasanya sungguh aneh, ingin bicara entah harus mulai dari mana. Sepanjang jalan saya hanya bisa diam rasanya seperti berada di tempat di mana tidak ada satu orang pun yang mengenali saya, karena memang mereka tidak mengenali saya begitu baik. Sesampainya di Kabupaten Pohuwato kami masih berkumpul di Kantor Bupati. Kami mengira bahwa makanan yang disiapkan oleh panitia akan dibagikan di kantor tersebut ternyata makanan yang disiapkan itu dibagikan di warung pinggiran pantai yang tempatnya sering dikenal dengan tempatnya Pohon Cinta. Setelah kami tahu, kamipun langsung bergegas ke tempat tersebut berharap masih mendapatkan jatah makanan yang telah disediakan panitia tetapi naasnya yang kami dapatkan hanyalah dos besar yang kosong entah kemana isinya. Setelah kami selidiki ternyata makanan yang disediakan panitia telah habis, entah ini kesalahan panitia yang tidak mampu memenej atau peserta KKS yang terlalu rakus tanpa mengingat peserta lain yang belum mendapatkan jatah makanan tersebut. Yah apa boleh buat, dari pada kami kelaparan kami membiayai makanan kami masing-masing. Sehabis makan kami istrahat sejenak melihat pemandangan pantai Pohuwato yang begitu indah, di samping itu saya smsan dengan teman-teman yang selokasi dengan saya sebelumnya. Isi sms saya berupa pernyataan maaf kepada mereka karena tidak mampu mengemban amanah yang telah mereka berikan kepada saya. Sebelumnya saya mengira mereka akan marah besar tapi ternyata mereka mengerti dengan keadaan saya. Istrahat pun telah selesai dilanjutkan dengan perjalanan kembali dan kali ini langsung menuju lokasi penempatan kami tepatnya di Desa Bunuyo Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato. Pertama kalinya sampai di lokasi, kami disambut oleh Kepala Desa langsung di rumahnya dan sambil bercerita sedikit tentang persoalan KKS yang akan dilaksanakan di Desa tersebut. Tidak lama kemudian tiba-tiba DPL pun datang dan memulai pembicaraan dengan Kepala Desa tentang maksud dan tujuan pelaksanaan KKS yang kebetulan bertempat di Desa Bunuyo itu sekaligus permohonan izin atas pelaksanan KKS yang dilaksanakan di desa tersebut. Setelah kami diberi izin untuk melaksanakan KKS di desa tersebut, DPL pun langsung bergegas pergi menuju desa yang lain karena DPL kami bertanggung jawab atas beberapa desa di mana terdapat peserta KKS yang menjadi bimbingannya. Tanpa berlama-lama kami pun langsung membicarakan tentang posko sekaligus tempat yang akan kami tinggali. Kami mengusulkan kepada Kepala Desa agar kiranya dapat menempatkan kami disatu tempat namun karena keterbatasan tempat tersebut sehingga kamipun dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yakni tiga orang perempuan tinggal di rumah Kepala Desa dan kelompok kedua dengan tiga orang perempuan tinggal di rumah warga samping rumah Sekretaris Desa serta kelompok ketiga dengan lima orang laki-laki termasuk saya di dalamnya tinggal di rumah kosong tepatnya di depan rumah Kepala Desa. Setelah itu kami langsung ke tempat tinggal kami masing-masing. Sesampainya di tempat yang akan kami tinggali tersebut, kami terdiam sejenak melihat kondisi rumah yang begitu memprihatinkan. Maklum rumah yang tanpa penghuninya, jelas-jelas sangat kotor. Sudah kotor, tidak ada air dan listrik lagi. Akhirnya dengan segala usaha yang kami lakukan, persoalan itu dapat kami taktisi. Setelah Ghost Home tersebut sudah cukup layak untuk ditinggali, maka kami pun mengatur barang-barang kami kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kelompok yakni membahas tentang langkah awal yang akan kami lakukan setelah itu kami istrahat menunggu hingga pagi tiba. Tugas pertama di lokasi untuk satu minggu pertama adalah observasi lokasi untuk mengetahui kondisi desa maupun masyarakat sebagai bahan untuk membuat program. Untuk melakukan observasi ini, kami harus sering-sering bersilaturahmi dengan masyarakat untuk berdialog. Awalnya masyarakatnya baik mulai dari rema muda sampai orang-orang tuanya tidak begitu menghiraukan kehadiran kami di desa tersebut, sehingga hal inilah yang kemudian menuntut kami mencari alternatif agar bisa dekat dengan mereka. Kami pun berbagi tugas untuk bersilaturahim dan saat itu tugas saya bersilaturahim ke Dusun Tengah. Selama masa observasi, setelah Shalat Ashar saya bersilaturahim ke rumah-rumah warga terutama kepada Tokoh-tokoh masyarakat yang ada di desa tersebut. Setelah masa observasi selesai kami langsung menyusun rencana program yang kemudian akan dilokakaryakan. Beberapa hari kemudian program yang telah kami susun kami lokakaryakan di hadapan Aparat Desa, masyarakat dan Tokoh masyarakat serta Babinkantibmas. Pada kesempatan itu saya bertindak sebagai moderator yang memimpin jalannya kegiatan tersebut. Hebatnya cukup banyak masyarakat yang kritis dalam forum tersebut. Walau demikian, program kami semuanya dapat diterima oleh mereka dan bahkan bertambah dengan program-program lain yang mereka usulkan. Tetapi ada satu hal yang menjadi kegelisahan kami disaat Kepala Desa menginginkan bahwa kami harus menghasilkan dana dalam merealisasikan program kerja dengan usaha-usaha kreatif yang harus kami buat sendiri tanpa menghimpun dana dari masyarakat. Bagaimana tidak gelisah kalau program-program yang direncanakan hampir semuanya memerlukan dana. Setelah lokakarya berakhir saya pun kembali ke posko dan membuat catatan kecil tentang program-program yang diprioritaskan serta merencanakan program yang harus di dahulukan tentunya program-program yang tanpa mengeluarkan dana. Hari demi hari berlalu saya disibukkan dengan berbagai macam kegiatan yang memusingkan kepala. Bagaimana tidak kalau persoalan administrasi sampai dengan pembuatan proposalnya saya yang harus menghandle-nya. Padahal Kepala Desa tidak mengizinkan kami untuk membuat proposal tapi apa boleh buat dengan bermodalkan adanya usaha kreatif produksi es kelapa muda saya beranikan diri untuk tetap buat proposal tersebut. Dengan alasan bahwa kami telah berusaha untuk mendapatkan dana sesuai dengan apa yang diinginkan Kepala Desa namun usaha itupun tidak cukup untuk mendapatkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk membiayai program-program kami sehingga alternatif terakhir yah harus lewat proposal. Anehnya proposal yang telah saya buat itu ditandatangani oleh Kepala Desa. Dalam benak saya “entah apa yang Kordes katakan sehingga Kepala Desa mau menandatangani proposal tersebut”. Pikir kami mungkin di antara Kordes dan Kepala Desa ada hubungan yang spesial, hehe. Dengan ketambahan dana dari proposal-proposal yang dibuat tersebut akhirnya semua kegiatan berjalan sebagaimana yang kami harapkan walaupun saat itu bertepatan dengan bulan puasa namun itu bukan menjadi penghalang bagi kami untuk tetap semangat bekerja. Di samping sibuk menjalankan program, kami pun banyak bermain bersama para anak-anak dan pemuda sehingga semenjak kehadiran kami keadaan desa yang tadinya sunyi menjadi cukup ramai. Satu hal yang tidak pernah dapat saya lupakan adalah ketika kami mencari biak dan luawo di siang hari bolong layaknya si bocah petualang. Biak dan luawo ini adalah hewan yang hidup di rawa, enaknya kalau dimasak dengan kecap atau disate. Bukan hanya itu, kami bersama para pemuda juga pernah mengeringkan empang Kepala Desa untuk mengambil sebagian ikan yang ada untuk dipindahkan ke kolam percontohan yang telah kami buat. Bukannya mengambil ikan malah bermain becek seperti anak-anak yang masa kecilnya kurang bahagia. Inilah yang kemudian menjadikan kami begitu dekat dengan para pemuda, anak-anak khususnya masyarakat sekitar. Hingga pada akhirnya tak terasa kurang lebih dua bulan sibuk tenggelam dalam aktifitas KKS. Disaat kami merasa sudah dekat satu sama lain kami sudah harus berpisah, baik dengan anggota KKS maupun dengan masyarakat Bunuyo. Hal ini menimbulkan kesedihan bagi saya pribadi. Ingin rasanya menunda penarikan padahal awalnya sampai di lokasi inginnya cepat-cepat penarikan. Begitulah rasanya ketika kita belum atau sudah berjabat hati dengan masyarakat sekitar. Dan kini saatnya detik-detik untuk meninggalkan lokasi KKS untuk kembali ke kampus. Kami pun berpamitan dengan masyarakat dengan diiringi butiran-butiran air mata yang menghiasi suasana hari itu. Kini kami telah kembali ke kampus. Segala peristiwa, suka dan duka di lokasi KKS akan menjadi kenangan indah yang tidak akan terlupakan walau terkikis oleh waktu. Mudah-mudahan semua yang kami lakukan dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat Bunuyo dan sekitarnya. Besar harapan saya KKS kali ini mudah-mudahan menjadi ikatan persaudaraan selamanya. Terima kasih saya ucapkan pada Pemerintah Desa beserta warga Desa Bunuyo, saat saya sukses nanti saya akan berkunjung ke sana lagi bersama teman-teman KKS Desa Bunuyo. Amin..

Komentar

  1. KKS...???
    Sekali seumur hidup...
    menyenangkan, menjengkelkan, merisaukan, membahagiakan...
    Like...

    BalasHapus

Posting Komentar

Jika salah mohon di kritisi.

Postingan populer dari blog ini

Tipe-Tipe Kebijakan Publik

Multimedia Modul F KP 2: Sinematografi